Tuhan Yesus sudah menyebarkan
amanatnya dengan sungguh-sungguh di Galilea sehingga dalam seluruh perjalanan
hidup mereka orang Galilea sadar akan pelayanan-Nya. Di antara banyak rakyat
biasa, popularitas-Nya demikian tinggi sehingga mereka siap untuk mengangkat
Dia sebagai raja mereka dengan paksa. Kejengkelan para pemimpin agama yahudi
sudah hampir mencapai puncaknya. Dan Herodes
sekarang menjadi gusar terhadap popularitas Kristus. Situasi menjadi semakin menjurus kepada krisis yang
terlalu dini, sedangkan pelayanan Kristus
belum selesai. Akibatnya Yesus
menyingkir empat kali dari Galilea, satu ke pantai timur Danau (6:31-56), satu lagi ke wilayah Tirus
dan Sidon (7:24-30), satu ke Dekapolis (7:31-8:9), dan terakhir ke Kaisarea
Filipi (8:10-9:50). Di sini kegiatan
utama Kristus adalah kembali
mengajar murid-murid-Nya mengenai pokok-pokok seperti diri-Nya, kematian-Nya
dan kebangkitan-Nya, pemuridan mereka dan kedatangan-Nya dalam kemuliaan.
Penjelasan
Ayat 27-33:
Yesus dan murid-murid-Nya tiba di
Kaisarea Filipi. Tempat ini adalah tempat politik penting di mana kaisar diakui
sebagai Tuhan. Tempat ini juga merupakan supermarket berhala, tempat
orang-orang memilih dewa-dewi untuk dibeli dan disembah. Maka, kita melihat
bahwa pertanyaan Yesus mengenai
siapa diri-Nya diajukan pada konteks yang tepat.
Yesus memulai dengan pertanyaan
mengenai apa yang orang-orang katakan tentang Dia. Ini adalah kebiasaan
masyarakat Mediterania purba. Zaman itu, identitas ditentukan bukan oleh diri
sendiri, tetapi oleh komunitas. Identitas itu ditegaskan ulang oleh orang-orang
lain. Maka, meskipun tentu Yesus
mengetahui jawaban dari pertanyaan-Nya, di sini Ia benar-benar ingin mengetahui
apa kata orang-orang dan ingin mendapatkan konfirmasi dan identifikasi dari
murid-murid-Nya. Penilaian orang-orang lain menunjukkan ketidakmengertian
mereka bahwa Yesus adalah yang akan
menjadi penyelamat umat manusia sampai setuntas-tuntasnya.
Para murid pun ditanyai Yesus, "Menurut kamu ...". Petrus mewakili para murid dan menyatakan bahwa Yesus adalah Mesias, orang yang diutus dan diurapi Tuhan. Di sini Petrus menunjukkan bahwa bagi dirinya Yesus sungguh-sungguh bermakna.
Yesus diutus Bapa-Nya ke dunia bukan
untuk menyenangkan dan memuaskan keinginan manusia. Itu sebabnya Yesus melarang murid-murid-Nya
memberitahu orang lain bahwa Dia adalah Mesias.
Selain karena orang harus menemukan hal itu secara pribadi, juga agar orang
tidak punya motivasi salah saat mengikut Dia.
Petrus ternyata punya pengikut. Banyak
orang yang lebih suka mengenal Yesus
sebagai Tuhan yang menyelesaikan kesulitan dan memenuhi kebutuhan mereka.
Padahal Yesus datang terutama untuk
menyelesaikan masalah fundamental yang dihadapi manusia, yaitu dosa.
Ayat 34-38:
Pengajaran yang tercatat dalam 8:34-38 merupakan perkembangan wajar
dari kenyataan tentang penderitaan Kristus.
Setiap orang yang mau mengikut Kristus
harus melintasi jalan yang telah dilalui-Nya, yaitu jalan penyangkalan diri dan
memikul salib. Salib adalah lambang penderitaan, dan penyangkalan diri
melambangkan kesediaan untuk menderita bagi orang lain. Kristus adalah teladannya; para murid harus terus mengikuti Dia.
Paradoks
dari ayat-ayat ini dengan memahami bahwa Tuhan memakai istilah nyawa dengan dua
arti. Penggunaan yang pertama, menyelamatkan nyawanya, mengacu kepada usaha
mempertahankan hidup jasmaniah dari kematian. Orang yang sepenuhnya berusaha
melindungi hidup ini akan kehilangan hidup yang kekal. Sebaliknya, orang yang
demikian mengabdi kepada Kristus
sehingga bersedia untuk kehilangan nyawanya adalah orang yang memperoleh hidup
yang sejati. Orang itu menemukan bahwa mati adalah keuntungan (Flp. 1:21). Ini bukan gambaran tentang
jalan keselamatan bagi orang yang tersesat, melainkan lebih merupakan falsafah
hidup bagi murid.
Dalam ayat 36: Di sini yang dibandingkan
adalah dunia dan nyawa. Prinsip ini berlaku untuk tingkat jasmaniah maupun
rohani. Apa gunanya memperoleh segala sesuatu yang ditawarkan dunia apabila
orang itu mati dan tidak dapat menikmati kekayaannya? Atau, apa gunanya
mengumpulkan sejumlah harta duniawi untuk beberapa tahun yang singkat apabila
itu berarti kehilangan hidup yang kekal.
Ketika Kristus menggunakan ungkapan, “malu
karena Aku dan karena perkataan-Ku”, Dia sedang melukiskan suatu perbedaan
dengan sikap bersedia kehilangan nyawa demi diri-Nya dan demi Injil (ay. 35). Malu berarti menyangkal
Kristus pada saat-saat pencobaan dan bukan tetap mengakui Dia walaupun dengan
risiko mati. Malu berarti berdiri bersama-sama dengan angkatan yang tidak setia
dan berdosa ini, dan bukan bersama-sama dengan Kristus. Tidak setia. Secara
rohani melukiskan orang-orang yang tidak setia kepada Allah. Demikian pula,
pada saat Tuhan datang sebagai Hakim, Dia akan malu dan akan menyangkal orang-orang
Yang telah menyangkal Dia.
Refleksi
Sebelum Yesus menegaskan bahwa konsekuensi mengikut Dia adalah memikul
salib, Ia baru memberitahukan para murid-Nya bahwa Ia harus menanggung
penderitaan (ay. 31). Untuk para
murid, hal itu tidak boleh terjadi pada Yesus.
Mengapa? Sangat jelas, karena mereka sudah mengikut Dia. Mereka mempertaruhkan
hidup kepada-Nya dengan meninggalkan pekerjaan mereka. Mereka tentu juga
mencintai Dia. Tapi ada lagi yang lebih dalam dari semua kemungkinan alasan
ini.
Tuhan
memaparkan lebih jauh bahwa seluruh sifat kehidupan Kristen adalah menyangkali
diri dan memikul salib. Ini bukan bicara tentang prasyarat tapi konsekuensi
menjadi Kristen! Salib adalah penderitaan dan kematian. Dari zaman ke zaman
merupakan fakta bahwa konsekuensi mengikut Yesus sering berbentuk aniaya dari
dunia ini. Meski sekarang konsekuensi itu belum tentu harus kita pikul dalam
bentuk fisik, tapi banyak bentuk penderitaan memang harus kita tanggung.
Konsekuensi dari setia pada Yesus adalah mengalami penolakan dari sekitar kita
yang belum berada dalam Tuhan.
Apa
yang Yesus maksudkan dengan
menyangkal diri ini? Ia tidak bermaksud bahwa ada hal-hal yang tadinya kita
suka lalu harus kita sangkal. Yang harus kita sangkal adalah diri kita, ego
kita. Sebab jika orang benar-benar mengikut Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan, maka hanya satu penggerak dari
semua motif hidupnya; yaitu menjalani suatu kehidupan yang sepenuhnya diisi,
dikendali, diberdayakan, dimurnikan oleh Tuhan.
Mereka
yang menolak untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah adalah mereka yang akan
kehilangan banyak hal. Mereka juga akan menerima hukuman kekal dari Anak
Manusia yang akan datang menjadi Hakim untuk kedua kalinya. Amin.
Suara GKPI, edisi September 2012
Tuhan
Allah telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak,
tidak
berpaling Kebelakang.
(Yesaya 50:5)
No comments:
Post a Comment